Jumat, 16 Oktober 2009

beberapa contoh masalah etika dalam berbisnis.

Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah etika
dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas
panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas.
Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya
yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo, bencana
memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih
mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan
sosial yang ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat sudah
meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu
2
klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu terkesan
tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran.
Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari tanggung
jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada
pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan
yang sudah berbelatung.
Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan
bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis,
satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang
saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan
maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek
dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan
keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi
faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis.
Namun, belakangan beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat
adanya hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era
kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage
yang sulit ditiru. Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana
Johnson & Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982. Pada
kasus itu, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi
Tylenol di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun
sianida. Meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang
bertanggung jawab, J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan
mengumumkan agar konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga
pengumuman lebih lanjut. J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOMnya
Amerika Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu
disebabkan oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya
yang dikeluarkan J&J dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena
kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil
membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu
diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan
produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di Amerika
Serikat.
Secara jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan konsumen
di atas kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih besar kepada
3
perusahaan. Doug Lennick dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006) penulis buku
Moral Intelligence, berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki
pemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih
sukses dalam jangka panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon M
Huntsman, 2005 (dalam Itpin, 2006) dalam buku Winners Never Cheat. Dikatakan,
kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha yang
memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. Berkaca pada beberapa
contoh kasus itu, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama yang
melihat etika dan bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika dalam bisnis
tidak akan memberi keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha dan praktisi
bisnis harus belajar untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat, terutama
melalui pemerintah, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang
kritis amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika bisnis berbagai
perusahaan di Indonesia.
Sebuah studi selama dua tahun yang dilakukan The Performance Group,
sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical
Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa
pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental
compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak
profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan
investasi. Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300
perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang
berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai duatiga
kali daripada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Bukti lain,
seperti riset yang dilakukan oleh DePaul University di tahun 1997 menemukan
bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen korporat mereka dalam
menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja finansial (berdasar penjualan
tahunan/revenue) yang lebih bagus dari perusahaan lain yang tidak melakukan hal
serupa (lihat Iman, 2006).
Praktik Bisnis Masih Abaikan Etika
Rukmana (2004) menilai praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih
cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik
bisnis tidak terpuji atau moral hazard. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin
meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas
4
sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur,
korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan
menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu
memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan
kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika
dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah,
pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih
cenderung pada sisi "emosional" saja dan terkadang mengkesampingkan konteks
bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu
untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan, segmen pasar
konvensional, meski tidak "mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup
tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa
pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun, karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika
bisnis berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula,
Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang
sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.
Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan
kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan
terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral
seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004)
berpendapat bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya
tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah
tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru
sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya
dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi
membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah
etika dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan
wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan
di depan pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami
masalah etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan
moral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia
5
tidak bisa membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan
kaidah-kaidah etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan
melanggar hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah
korupsi masih didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah
jelas dasar hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian
halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan
pelanggaran hak asasi manusia.



elen (http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/udejournal/(12)%20soca-anderson-etika%20bisnis(1).pdf)

etikka dalam berbisnis

ABSTRACT
Ethics is a branch of philosophy related with kindliness or rightness or morality of
behavior of human being. In this understanding ethics interpreted as rules which
cannot be impinged from behavior which accepted by society as well or bad. While
determination of good and bad is a problem always change. Ethics of business is
standards of value becoming reference or guidance of manager and whole
employees in decision making and operate business which ethics. Ethics paradigm
and business is world differ its time has come altered to become ethics paradigm
related to business or synergy between ethics and profit. Exactly in tight competition
era, company reputation which good and based on by business ethics is an
advantage competitive which difficult to be imitated. Therefore, ethics behavior is
needed to reach long-range success in a business.
Key Words: Ethics, Business, Moral.



elen ... (http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/udejournal/(12)%20soca-anderson-etika%20bisnis(1).pdf)

memulai bisnis online yang benar ... !!!!!!!

Bukan rahasia lagi, banyak orang yang bisa menghasilkan ribuan dollar sebulan dengan menjalankan bisnis online. Namun, tak sedikit pula orang yang frustasi, karena bisnis online yang mereka jalankan tak sesuai dengan harapan? Bagaimana dengan anda? Anda termasuk kategori yang mana?
Menurut para ahli marketer online, banyak orang gagal karena mereka tidak fokus dengan bisnis online yang mereka jalankan. Tidak mengherankan memang, mengingat melimpahnya informasi tak jarang kita dibuat bingung dalam menjalankan model bisnis ini.
Sebelumnya, kita tahu bahwa menjalankan bisnis online punya beberapa keuntungan, diantaranya:
Modal yang dibutuhkan relatif kecil, bahkan saya berani katakan bahwa bisnis online mungkin bisnis dengan modal paling kecil.
Target market yang tanpa batas. Dengan sebuah webite sederhana anda bisa menjangkau pasar seluruh dunia, 24 jam dan 7 hari seminggu. Hal yang tidak mungkin dilakukan dalam model bisnis konvensional.
Anda bisa menjalankan bisnis ini kapan saja dan dimana saja, dengan potensi penghasilan tanpa batas dengan modal seminim mungkin. Dan bisnis ini bisa dijalankan secara otomatis.
Dan masih banyak keuntungan lain, yang mungkin anda lebih tahu dari saya.
Tapi ada hal penting yang perlu anda ingat. Apapun ide bisnis yang anda jalankan, hampir bisa dipastikan ada beberapa atau mungkin ratusan orang yang melakukan hal yang sama dengan apa yang anda lakukan. Untuk bisa bertahan ditengah persaingan itu, anda harus punya strategi yang jitu.
Ini yang biasanya saya lakukan, semoga bisa membantu:
Jika anda akan membuat sebuah website untuk berjualan–baik barang fisik ataupun digital–pastikan anda sudah merencanakannya dengan matang. Sebagai contoh, jika anda berencana akan membuat website untuk berjualan games, anda mungkin juga harus memikirkan skill yang harus anda kuasai, budget, target atau prospek, cara berpromosi, dll. Kumpulkan data dan informasi sebanyak dan selengkap mungkin.
Model Bisnis yang unik. Seperti saya katakan, anda tidak sendiri di bisnis online. Banyak pesaing anda disana. Pikirkan Model Bisnis yang Kreatif, Inovatif dan berbeda dengan model bisnis yang sudah ada. Be different!
Carilah pelanggan pertama anda. Puaskan dia, layani dengan sebaik-baiknya. Anda belum bisa dikatakan punya bisnis jika belum punya database customer. Dan lakukan hal ini berulang-ulang.
Diversifikasi bisnis anda. Jika anda bisnis berjualan games, bidik juga kategori yang mungkin ada korelasi dengan bisnis anda. Misalnya ber-affiliasi dengan toko Game player, Website Tutorial dan Trik n tips Games, dll. Eksplorasi terus dan lebarkan bisnis anda.
Gunakan tekhnik promosi yang jitu. Anda harus bisa membidik prospek tertarget. Jalin kerja sama dengan Seller yang sesuai, tanpa membuat mereka merasa tersaingi.


..elen belina..

Senin, 05 Oktober 2009

Cara Bisnis Bob Sadino

nih dia rahasia bisnis om Bob Sadino diantaranya adalah :
1. Tidak ada sukses yang instan/jalan pintas menuju kesuksesan.
2. Kesuksesan itu akibat dari seluruh kegagalan yang sudah terlewati.
3. Menjalani semuanya tanpa rencana karena yang penting adalah tetap melangkah.
4. Definisi sukses itu adalah relatif.

Pelajaran #1
Tidak ada sukses yang instan/jalan pintas menuju kesuksesan.

"Cara cepat jadi kaya", "Cara mudah menuju sukses", dan beberapa bahan jualan seminar motivasi atau pelatihan yang akhir2 ini mewabah tentu saja sering anda baca atau anda ikuti. Namun, seorang Om Bob Sadino sama sekali tidak percaya pada kata-kata tersebut, atau pada materi2 semunar/pelatihan tersebut.

"Itu omong kosong," lanjutnya.

Karena menurutnya, tidak ada sukses yang instan. Semuanya memerlukan waktu serta memerlukan effort yang lebih untuk mewujudkannya. Tidak serta merta bisa langsung 'cling' terwujud sebuah kesuksesan.

Bahkan ketika ada salah satu dari kita bertanya, "Kira2 ada gak jalan pintas untuk meraih kesuksesan?"

Maksud si penanya ni tentunya adalah meminta Om Bob bercerita langkah2 apa saja yang sudah ia lakukan hingga akhirnya bisa seperti sekarang.

Apa jawab Om Bob: "Kalian itu mau enaknya saja, tidak mau melewati proses yang seharusnya kalian lalui. Kalian ingin mendapatkan emas, tapi tidak ingin bersusah payah, bermandikan keringat, darah, dan cucuran air mata untuk mendapatkan emas yang kalian inginkan...!"

"Tidak ada sesuatu yang instan. Kalaupun saya ceritakan apa yang sudah saya lakukan, tentu saja hal itu belum tentu sama dengan problem2 yang pernah saya lalui..."

Degggggg.....! Jawaban Om Bob ini cukup menghantam pemikiran kita.

Intinya disini Om Bob ingin mengatakan. Jika kita ingin memperoleh emas idaman kita, maka kita harus siap untuk bersusah payah menambang, bermandikan keringat, darah, dan cucuran air mata, agar emas yang kita inginkan tersebut tetap bisa di raih. Semua itu adalah proses. Tidak ada sesuatu yang instan"

Pelajaran # 2
Kesuksesan itu akibat dari seluruh kegagalan yang sudah terlewati.
Pada poin ini ada korelasinya dengan kata2 yang dipopulerkan oleh Soichiro Honda. "Sukses itu hanya 1%, sedang 99% sisanya adalah kerja keras"

Begitu pula dengan Om Bob Sadino. Setiap orang sudah pasti akan terbentur pada sebuah kegagalan, apapun itu bentuknya. Namun untuk tetap ingin meraih kesuksesan, kegagalan tersebut harus kita lalui.

Kegagalan gukannya untuk dihindari, kegagalan justru harus dicintai, disayang-sayang, dipeluk-peluk, dibelai-belai. Jangan membenci atau menghindari kegagalan.

Jika "jatah" kegagalan kita sudah habis kita lalui, maka 1% kesuksesan itu barulah boleh kita nikmati.

Jadi, semakin cepat kita bertemu kegagalan dan semakin cepat kita bisa melalui kegagalan tersebut, artinya kita akan semakin dekat dengan kesuksesan. Janganlah takut pada kegagalan..!

Pelajaran # 3
Menjalani semuanya tanpa rencana karena yang penting adalah tetap melangkah.
"Apa rencana Om Bob selanjutnya?"

Apa jawabnya coba?

"Saya tidak memiliki rencana...!!"

Glodakkkkkkkk.......!!!!

"Saya tidak memiliki rencana, tapi saya akan terus melangkah, bukannya berhenti melangkah..!"

Mengapa tidak memiliki rencana. Alasannya sederhana, karena kita tidak tahu apapun yang akan terjadi selanjutnya, semenit, sejam, sehari, sebulan, setahun kedepan kita tidak pernah tahu. Tapi yang pasti saya tetap harus melangkah...!

Pelajaran # 4
Definisi sukses itu adalah relatif.
Kebanyakan dari kita mendefinisikan sukses itu adalah bergelimangan harta, kaya materi, serta bersifat kebendaan duniawi lainnya. Padahal sesungguhnya sukses itu adalah relatif.

Seseorang yang mampu menaklukkan ketakutannya untuk berbicara di depan orang banyak, atau orang yang mampu menyingkirkan rasa malu untuk berjualan/berdagang, itu adalah merupakan kesuksesan juga.

Jadi sukses itu tidak semata-mata bersifat kebendaan duniawi.

(Leo)

Rabu, 23 September 2009

Selama liburan yang "membosankan" ini...

Selama liburan ini,,,,saya belum menemukan "bisnis" yang menarik perhatian saya untuk menjadi bahan pembicaraan yang akan diangkat sebagai bisnis yang akan dibahas dalam kelas nanti, oleh kelompok Bob Sadino ini.Setiap usaha atau bisnis yang saya lihat temukan,,masih dalam taraf yang biasa saja.
Sebelum saya melanjutkan pembicaraan ini lagi, saya ingin membagikan sedikit tentang saya..=
Jujur,,dalam dunia bisnis,saya merasa saya sendiri belum bisa menjadi seseorang yang "lihai" dalam membicarakan dan berdiskusi tentang bisnis. Apalagi "Business" menjadi sebuah topik yang harus kita bicarakan dan kita diskusikan bersama sebagai mahasiswa Ekonomi, ICT Bisnis Manajemen, Universitas Multimedia Nusanatara. Namun, dalam kondisi seperti sekarang ini, yang sudah saya mulai sejak beberapa waktu yang lalu, saya sedang mencoba untuk mengenal lebih kompleks mengenai Bisnis. Untuk itu, saya memulai niat saya itu dengan mencoba bisnis kecil2anP,,,yaitu bisnis Pulsa yang sudah saya mulai beberapa waktu yang lalu. Itu bermula dari teman saya di fakultas lain yang sudah menjalani bisnis itu. dan dari penjelasan teman saya, penghasilan perbulan bisa mencapai 6,5 juta jika sudah memenuhi syarat tertentu.

Itu dulu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini. Jika nanti saya menemukan subuah Bisnis yang cukup menarik perhatian saya dari beberapa aspek bisnis, saya akan bagikan kepada teman2 dan khususnya kepada dosen kita, Ibu Dewi..
Terima Kasih....
(Franciskus Xaverius Agung Nugraha)

Rabu, 16 September 2009

Siapa sih Bob Sadino..??

Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya.

Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Bisnis pertama Bob Sadino....

Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Bob tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Ketika itu, telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli oleh ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang, serta beberapa orang Indonesia yang pernah bekerja di luar negeri. Namun seiring berjalannya waktu, telur ayam negeri mulai dikenal sehingga bisnis Bob semakin berkembang. Bob kemudian melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Selain memperkenalkan telur ayam negeri, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan perladangan sayur sistem hidroponik di Indonesia.

(Leo, http://id.wikipedia.org/wiki/Bob_Sadino)

Rabu, 09 September 2009

Kel. Bob Sadino Manajemen'09 UMN

Blog ini adalag blog terbaru kelompok kami. Blog ini kami buat untuk pengerjaan tugas, pembelajaran dan untuk mengenal hal-hal baru di dalam dunia bisnis. Khususnya dimasa perkuliahan kami di Universitas Multimedia Nusantara dengan program studi kami Manajemen.n Manajemen banyak sekali bersangkutan dengan dunia bisnis, tentunya para enterprenuer / wirausaha yang mendirikan suatu bisnis. Kelompok kami ini terinspirasi dengan para enterprenuer yang sungguh handal di dalam dunia bisnis, salah satu nya Bob Sadino. Seorang pengusaha yang bisa mengembangkan bisnis menjadi besar. Contoh beliau banyak mendirikan apartmen, supermarket sampai dengan restoran makan fastfood seperti KemChicks. Kelompok kami ini sungguh terinspirasi dari beliau sehingga kami menetapkan nama beliau, Bob Sadino menjadi nama kelompok kami.

Kelompok kami ini beranggotakan 6 orang, yaitu :
1. Leo
2. Deo
3. Agung
4. Bima
5. Elen
6. Novi

Jadi inilah sedikit perkenalan kami dari kelompok Bob Sadino. Kami akan membicarakan banyak sekali hal-hal yang bersangkutan dengan dunia bisnis di era globalisasi ini. Kunjungilah blogspot kami di www.bobsadinoumn.blogspot.com.

Terima kasih.... ^^
(Leo)
Menghapus Format dari bidang pilihan